Giat Promosikan Suku “Terbelakang”

Gallus 2005

Pastor David Gallus OSC. Sumber : http://www.crosier.org

David Gallus OSC.

Sesudah hampir seperempat abad berkaya di Asmat, ia kembali ke Amerika Serikat. Dari negerinya, ia tetap giat mempromosikan suku Asmat dengan berbagai cara. Kini ia berkarya di kalangan suku indian di kawasan Minnesota, AS.

Nama david gallus Osc, sangat punya arti dalam kehidupan kru TV Amerika CBS (Columbia Broadcasting System) bernama collin Needles. Berkat jasa pastro gullus tersebut, Needles beserta rekan sekerjanya, gary feblowits, berhasil membuat sebuah film dokumenter berdurasi 30 menit berjudul A World Away.

Tak hanya itu, Needles amat terkesan dengan perjalanannya yang berlangsung tahun 1993 itu. Ia merasa di terbangkan ke suatu dunia lain yang sangat eksotik dan seakan tak berada pada masa sekarang ini. oleh karena itu, judul dari dokumenternya adalah A World Away , yang berlokasi di suatu tempat yang bernama Asmat, Provinsi Papua.

Itu bukan kali pertama pastor gullus membawa rombongan-rombongan dari negerinya, Amerika serikat, ke Asmat. Tiap rombongan rata-rata tinggal selama dua pekan di Asmat. Dan yang berhasil di ajaknya bukanlah orang-orang sembarangan. Ia pernah mengajak Cargil Macmillan, pemilik perusahaan agrobisnis terbesar di AS, Cargil Company, dan juga miliuner asal Minneapolis, Topsy Simonson.

Bagi pastor gullus, itu merupakan usaha untuk memperkenalkan kehidupan serta seni patung Asmat kepada dunia luar. Selain itu, ia berharap rekan-rekan dapat memberikan donasi secukupnya bagi kepentingan suku Asmat.

Tak hanya sebatas berkunjung dan tekesima oleh pesona dunia baru, mereka bahkan tergabung dalam sebuah perkumpulan yang di beri nama Sago Worms Society (Masyarakat Ulat Sagu). Kegiatan mereka khususnya mempromosikan keseniaan Asmat khususnya di sepuran Minnesota. Salah satu event yang mereka gelar adalah Malam Gala dan Lelang Seni Asmat pada 20 juni 2008 lalu.

 

Komputer dan Pesawat Terbang

Kecintaan gallus pada Asmat berawal saat ia ditugaskan sebagai imam di daerah Asmat. Peristiwa ini berlangsung pada tahun 1967, saat ia masih berusia 28 tahun. Ia sendiri lahir di Minnesota, AS, pada tanggal 19 Februari 1939, dari pasangan petani George dan julia gallus. Ia berasal dari keluarga besar, karena merupakan anak keemapat dari 12 bersaudara.

Yang istimewa, penugasan ke Asmat itu dilakukan atas permintaan sendiri. Selama 24 tahun berikutnya, gallus menghabiskan hari-harinya di daerah yang tersembunyi di antara rimba raya Papua itu. Salah satu hal penting yang dihasilkannya selama berada di sana adalah membenahi administrasi keuskupan Agast/Asmat dengan sistem komputerisasi.

Ini terjadi pada tahum 1982. Jauh sebelum masyarakat indonesia mengenal komputer. “Waktu itu komputer belum terlalu umum dan tidak ada suku cadang di Asmat. Saya mengerjakan sendiri dengan bantuan buku-buku,” kenangnya.

Ketika itu daerah Asmat masih cukup terisolasi, karena hanya dapat di capai dari laut, sungai, dan udara. Tak ada jalan darat ke wilayah-wilayah sekelilinya. Peran vital oleh karena itu dilakukan maskapai penerbangan AMA (Associated Mission Aviation), karena menjadi satu-satunya layanan penerbangan dari dan ke Asmat (maskapai nasional indonesia, merpati, baru membuka rute ke Asmat pada tahun 1980-an).

AMA dibentuk memang untuk mendukung kegiatan Gereja di bidang tranportasi. Di Papua, AMA dimiliki oleh empat keuskupan, yaitu Agast/Asmat, Jayapura, Monokwari, Sorong, dan Merauke. Pada tahun 1970, gallus ditunjuk sebagai sekertaris AMA, dengan tugas sebagai Pastor poroki di Ewer, sekaligus penanggung jawab bandara Ewer/Agast.

Ia masih dipercaya sebagai perwakilan AMA sepulangnya ke AS pada tahun 1990. Pembelian Spare-part dan bahkan pesawat baru dilakukan melalui tangannya. Stastusnya sebagai warga AS dan berdomisili pula di tanah kelahiran sendiri amat memudahkan transaksi pembelian. Adapun pesawat terakhir yang dibelinya mewakili AMA adalah sebuah pesawat Cessna 185.

 

Perhatian Terhadap Suku “Terbelakang”

Terlepas dari tugas-tugasnya di bidang keagamaan dan penerbangan, ia memang memiliki perhatian yang tinggi pada suku Asmat. Yang ia paling kagumi dari keseniaan Asmat adalah spiritualitas yang terkandung di dalamnya. Dan ini amat menarik baginya, yang pernah enempuh studi antropologi di Universitas Katolik Washington DC tahun 1966/67.

Ia sangat terusik oleh pemandagan dunia luar yang kerap menganggap Asmat sebagai suku terbelakang dan oleh karena itu perlu dimanusiakan. Lebih parah lagi, aparat pemerintah dan tentara Indonesia tak membuat semuanya jadi lebih baik. Ia kerap geram pada perlakuan sewenang-wenang aparat pemerintah dan militer pada warga Asmat.

“Tentara-pada umumnya pendatang pada waktu itu amat gampang memukul penduduk atau memaksa orang untuk menebangi pohon-pohon dengan bayaran atau malah tanpa bayaran sama sekali!” ujurnya. Barangkali karena melihat perlakuan yang tidak adil itulah, timbul niat kuat di hatinya untuk mengangakt derajat suku Asmat.

Penderitaan suku Asmat mencapai punjaknya ketika Pemda setempat menuduh rumah adat Asmat sebagai sumber kejahatan, termasuk penyebab tradisi perang dan pemenggalan kepala. Gara-gara tundingan ini, banyak rumah adat Asmat di bakar. Kebiasaan mengukir yang di lakukan warga Asmat pun dihentikan.

Insiden tragis ini berlangsung antara tahun 1963/64, sebelum gallus ditugaskan ke sana. Budaya dan keseniaan Asmat oun nyaris mengalami kepunahan, untung kondisi demikian tak berkelanjutan. Salah satunya berkat dukungan gallus, benda-benda seni dari Asmat kini kembali mengemuka dan bahkan dikenal di seluruh Dunia.

Kini pastor gallus bertugas di kalangan suku indian di Onamia, Minnesota. Pada pandangannya, nasib suku Asmat mirip dengan yang dialami para indian di Amerika. Mereka dianggap tak beradab sehingga harus dimanusiakan. Secara budaya, meraka harus turun temurun dan harus megadopsi agama dan budaya kulit putih.

Hal ini memang terjadi di banyak tempat. Suku atau kelompok yang dominan kerap memaksa kelompok lain agar sama dengan mereka menganggap bahwa hanya keyakinan dan budaya merekalah yang paling benar dan harus diikuti.

Ia memang aktif pula dalam penegakan hak asasi manusia. Di wilayahnya, Miller Lac, Minnesota, pastor gallus duduk sebagai ketua Humman Rights Commision.

Contoh Teladan Gereja

Manusia hanya bisa utuh dengan budaya. Jika budaya itu dicabut dan lantas diganti, maka manusia tak lengkap lagi sebagai manusia. Bagi seorang pastor gallus, budaya apa pun seperti Asmat atau indian pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Pertemuan dengan budaya-budaya lain akan memperkaya karena saling melengkapi. Oleh karena itu, tak ada budaya apa pun yang bisa dengan semena-mena dihapus dari permukaan bumi.

Menurut pendapatnya, komunitas Gereja harus memberi teladan bahwa berbagai suku dan budaya dapat hidup harmonis dan saling mendukung. Ia yakin, gambaran Nabi Yesaya bahwa singa, serigala, kambing, dan anak manusia dapat hidup dengan damai (Yesaya 11:6-9) dapat terjadi di kalangan antarasuku yang berbeda-beda bila ada rasa hormat dan keterbukaan satu sama lain.

 

Sumber : Buku “Di bakar semangat pelayanan” oleh Heri kartono OSC

 

Perjalanan tanpa tujuan

IMG_20170604_130811
Photo by @yagu.photo

Lagi penat, pas tanpa urgensi bingung mau kemana tidak ada salahnya kalau dengan berkendara hanya modal bensin dengan tangki yang penuh, bisa jadi alternatif untuk mengisi waktu luang. Yah, walau tidak jelas tanpa arah dan tujuan tapi tak ada salahnyakan bila dicoba. Asal jangan sering-sering kenakan kendaraan. Sayang nanti trorotor khusus pejalan menangis karena sunyi tak di manjakan.

Lagi kere, di tambah lagi tak punya kendaraan. Jangan banyak pikir coba saja dengan manjakan kedua kaki untuk berjalan, lumayankan kurangi berat badan yang numpuk, selain itu dapat sehat. Bukan.

Jarang sekali orang yang berjalan kaki, padahal banyak trotoar pejalan masih sangat mulus dan bagus, yang belum tersentuh sama sekali. Paling istirahat kerja atau sholat Jumat yang akan memadai jalan-jalan sunyi itu. Hong-kong adalah anak sulung dari  salah satu Negara pejalan kaki terbanyak di dunia, sedangkan Indonesia adalah anak bungsu. Hello apa kabar indonesia ? bertanya pada zaman modern dan teknologi, yang kian dibutakan oleh konservatif.

Oups. selain itu, sebagai contoh Ibu kota DKI Jakarta dan sekitarnya. Eh apa di pinggiran Jakarta saja ya yang tidak ada trotoarnya? Apakah saya bisa katakan budaya jalan kaki ini sama dengan budaya membaca? Yang mana mayoritas orang Indonesia tidak terbiasa dengan keduanya.

Jalan tanpa tujuan adalah hal yang menarik, bukan hanya dapat di kenal tapi juga akan banyak mengenal. Seperti setiap rutinitas para warga masyarakat dengan berbagai macam aktivitas yang di lakukan, mulai dari berdagang sampai berkeliaran mencari nafkah dan lain-lain. Kenapa demikian, karena dengan begitu akan di perhadapkan dengan banyak hal yang menarik dan tak terduga.

Kamu bebas kemana saja, cuma sekedar lewat-lewat tanpa mampir pun jadi, asalkan mengabadikan tiap moment melalui sebuah (foto), biar itu sebagai bukti dari semua rasa yang dirasakan ketika itu. Boleh gunakan Kamera DSLR atau Handphone dan simpan dalam sak ingatan dan memori card.

Pergi ke tempat-tempat baru yang sama sekali belum pernah kamu kunjungi sebelumnya, hanya untuk menjelajah. Jangan ragu, Hidupkan GPS bagi yang berkendara motor, eh buat yang pake mobil juga bisa menggunakan GPS dengan handphone pintar atau smartphone. Bagi yang mengunakan kaki santai tak perlu repot-repot, jalan saja sesuka mata dan kemampuan kaki, menanyakan orang adalah GPSnya.

“Saya selalu tahu bahwa pada akhirnya saya akan mengambil jalan ini, tapi kemarin saya tidak tahu bahwa itu akan menjadi hari ini.”-Jepang Haiku

IMG_3464-02
Photo by Bmiw.yomiyo

Banyak dari tiap manusia memilih berencana sebelum berjalan, bahkan ada yang sudah merencanakan semua jauh-jauh hari. Ada pula orang yang suka berjalan tanpa berencana seperti jalan tanpa tujuan. Jangan salah, jalan tanpa tujuan ini sangat menyenangkan bila di nikmati, pergi tak tahu kemana arah yang pasti, asal dapat bahagiakan mata dan menyenangkan hati yang lagi risau pengaruh galau. Ousp, tapi itu bukan tipe saya.

Satu hal yang aku sadari, bahwa saat kita kembali, akan ada banyak pengorbanan yang terbuang, seperti sebuah langkah yang kita lewati. Namun, kadang kala, jalan kehidupan yang kita lalui, harus kita pilih sendiri dengan sebuah keyakinan diri. Karena sebuah kesempatan belum tentu hadir di tempat dan waktu yang sama.

Bukan sebuah pilihan yang tak pernah berpihak. Bukan sebuah kesempatan tak pernah hadir. Namun, sebuah keyakinan diri yang tak pernah berani tuk melangkah. Berjalan pada jarak yang jauh. Namun, tak pernah tahu waktu tuk pulang. Seperti sebuah langkah tersembunyi.

Aku tak pernah berpikir, jalan seperti apa yang telah aku tempuh. Aku berjalan pada sebuah jarak yang begitu jauh. Namun, aku tak pernah tahu, kemana arah dan tujuan itu. Aku berjalan, melewati setiap titik kehidupan. Aku tak pernah tahu, bahaya apa yang akan terjadi, akan seperti apa dan kemana arah tuk pulang, yang ku tahu saat itu, hanya satu, aku dapat menemukan arah itu.

Semakin aku berjalan dengan jarak yang jauh, tanpa aku sadari. Aku banyak melupakan berjuta tujuan yang telah aku rangkap. Awalnya, aku berpikir, sebuah jalan itu dapat menemukan sosok diriku. Namun, aku lupa, bahwa aku berjalan bukan untuk diriku sendiri.

“Ini adalah pilihan kita yang menunjukkan apa yang sebenarnya kita, lebih dari kemampuan kita.” -JK Rowling, Dari ini kita belajar bahwa pilihan jalan tanpa tujuan pun akan bermakna jika di bawa dengan kemampuan kita untuk berkarya.

Bahkan jalan tanpa tujuan juga di bayang-bayang kan kita dapat hasil Dari Melihat “Kita adalah apa yang kita bayangkan. Eksistensi kita terdiri dalam imajinasi kita tentang diri kita. Tragedi terbesar yang bisa menimpa kita adalah pergi tak terbayangkan. “-N. Scott Momaday

Dan pada akhirnya Anda akan tahu bahwa “Anda akan mengenali jalan Anda sendiri ketika Anda datang atasnya, karena Anda tiba-tiba akan memiliki semua energi dan imajinasi Anda butuhkan.” -Jerry Gillies

Hidup adalah perjalanan sementara. Sebelum sampai di titik akhir yang adalah misi setiap manusia untuk bisa menikmati tiap jengkal perjalanannya. Untuk bisa menjalani hidup dengan sebaik-baiknya, kita harus menentukan arah hidup dan menemukan maknanya. Nah, dengan itu jalan dan nikmatilah hidup serta bawa rasa syukur dalam kecapean sehingga perjalanan anda dapat berjalan dengan baik, di mana dan kapan pun itu.

Kurang dari saya, lebih dari Tuhan.