Di balik Jalan

Malam panjang, ketemu pagi saya bangun dari tidur singkat. Di hari Jumat Akh, Saya yang sedari malam belum sempat tidur juga mengatur pertemuan itu, diajak jalan dari mama saya. Beliau berencana menjenguk istri dari paman saya, yang sedang sakit. Rumah mereka tidak jauh dari tempat kami tinggal persis depan Petrosea.

Sebelum kesana kami berdua melihat/mencari daun Mayana pada pinggiran jalan dan depan rumah warga. Kami memetik daun Mayana, Mayana adalah obat tradisional yang sering digunakan masyarakat.

Dalam perjalanan, sebelum mengendarai motor saya mengirim pesan pada orang yang ingin saya jumpai. Berharap semesta ada dijalan yang sedang saya tapaki.

Tak lupa kami singgah di warung kecil sekedar membeli roti buat sarapan pagi. Setelah itu, lanjut jalan menuju rumah (paman) keluarga mama saya. 

Setelah mama turun dari motor dan masuk, saya pamit sama keluarga paman, lalu jalan. Badan saya sangat lemas, tapi itu tidak membuat saya berhenti. Saya pun jalan dengan mengendarai motor dalam perjalanan perut saya pun merontak sepertinya minta amunisi. Tidak jauh dari itu, ada sebuah warung kecil SP2 bersebelahan dengan jalan menuju Stadion sepak bola, saya lalu memarkirkan motor dan masuk rencana memesan makanan.

Hai sapa saya pada seorang penjaga warung (bude) dan beberapa orang-orang dalam warung, kemudian saya memesan makanan. Awalnya saya kira harganya akan melambung. Eh tahu-tahu dugaan saya salah harga satu porsi masih normal. Makan dan habis, saya mengeluarkan sebatang rokok dan membakar isap. Saya meminta menambahkan air es pada bude lalu ia meresponnya dengan mengatakan ‘kamu kan sudah makan jadi sudah’ pikir saya kemudian oh ternyata hal ini yang membikin beda dari tempat saya tinggal di Nabire. Hanya untuk menyenangkan bude dan sembari komunikasi dengan orang yang sedang saya tunggu, saya lalu memesan kopi itam.

Saya membuka hape dan mulai membalas pesan yang belum sempat saya respon. Tidak tunggu lama kami saling berbicara via telepon dan mengatur jadwal untuk pertemuan di sore hari.

Selepas berkomunikasi, kecurigaan saya pun muncul bahwa bude tidak suka dengan kehadiran saya ia lalu menanyakan kepada saya ‘kamu masih lama ya, dengan raut wajah yang agak tidak suka, tanpa sadar dan melihat gelas kopi yang masih terisi penuh’, lanjutnya ‘orang lain juga mau makan’. Ehehe, padahal bangku-bangku belum terisi dan tidak ada orang yang sedang mengantri di depan hanya untuk masuk dan makan. Balas saya sambil menunjukkan tangan pada gelas kopi dan bilang dengan bahasa yang agak keras saya bilang ‘kan tidak ada orang lain kecuali saya, kalau ada pasti saya akan keluar lebih dulu dari tadi bude, lanjut lagi pula saya datang kesini untuk makan dan pasti bayar, kan saya pesan sebelum makan, saya sudah membayar too, lebih dulu.

Matahari diatas kepala, saya berdiri dan keluar dari warung itu, melanjutkan atau lebih tepatnya mencari tempat nongkrong yang lebih aman, nyaman tanpa beban walaupun tempat atau warung itu banyak pengunjungnya, hanya ingin membedakan cara pelayanan.

Di pusat kota. Persis depan Tjandra Medika hospital berdekatan dengan Mall Diana, terdapat tempat yang agak lumayan banyak pengunjungnya mereka berdagang es kepala, extra Joss dan lainnya. Setelah memesan Es kepala, saya kembali duduk lalu mengeluarkan hape dan membuka note/catatan untuk lanjut mengetik tulisan ini. Mumpung panas dan kejengkelan sedari tadi masih belum dingin.

Belum sampai lima menit saya ditelepon dari mama untuk menjemputnya. Kami berdua jalan, menuju suatu tempat yang jauh dari kota, persis dan nama tempatnya saya belum tahu, tapi disana adalah kandang tempat memelihara ayam joper. Lokasi dan kandang yang begitu besar dan luas membikin saya merenung. Milik salah satu aparat kepolisian di Timika.

Dalam perjalanan balik. Ada beberapa keresahan juga keinginan yang melilit pada pikiran mama saya itu pun langsung ia lampiaskan saat diatas motor. Berkoar-koar. Sepertinya, mendengarkannya adalah satu hal yang baik. Tidak hanya dengar saya pun berusaha mengalihkannya dengan membikin ia canda tawa. Hanya untuk meredam emosinya.

” Panas akrab dengan cemas, di tempat yang banyak Emas.

Awan cerah mulai kembali gelap. Hujan pun perlahan turun di sore hari dan kembali menutup kesempatan untuk berjumpa, derasnya hujan membikin tubuh ini hanyut dalam dunia sunyi yang tak disadari. Pertemuan pun ditunda, entah kapan.

Sabtu di Kebun

“Berkebunlah seolah-olah anda akan hidup selamanya” Thomas Moore

Hari ini sekitar pukul 07:22, tidak seperti biasa saya bagun dari tidur agak tempo. Saya keluar dari kamar lalu menimbah air mineral, tidak seperti biasa yang menyeduh kopi dan masuk pada ruangan tempat dimana saya bekerja sekalian tempat menuangkan segala rasa yang pernah ada, juga yang akan ada. Tentunya, hal pertama yang saya lakukan adalah membuka lebtop lalu menyambungkan bluetooth pada speaker lalu memutar lagu, kali ini saya memilih lagu country slow barat. Biasanya di pagi hari saya suka memutar lagu bergenre folk yang dinyanyikan oleh Ikshan Skuter salah satu artis kesukaan saya dan tak lupa Mambesak vocal grup dari Papua, yang sering menyanyikan lagu tentang perjuangan pokoknya semua menyangkut dengan rasa.

Perjalanan

Tidak lama kemudian mama saya tanpa mengetuk pintu dia masuk lalu mengajak saya ke kebun sekedar mengecek lokasi katanya, saya pun langsung mengiyakan, berdiri dari bangku dan siap. Kami memakai kendaraan beroda dua. Ternyata dia sudah siap lebih dulu dengan menaruh bibit daun ubi di atas motor. Mama saya yang mengemudi, setelah lepas dari rumah di pertengahaan jalan kami pun singgah di Waharia, untuk membeli sarapan, saya turun dan membungkus nasi. Setelah itu, sebelum naik motor, Ko sudah rokok beli ka? Tanya mama, belum nanti di dekat kebun saja jawab saya. Soal pengertian pasti setiap mama sama, apalagi kepada anak pertamanya, bukan. Dengan perlahan kami meluju menuju kebun di Kimi. Sesampai di Kimi mama meminggirkan motor dan bilang beli rokok di sebelah situ sudah, saya kemudian turun lalu menyeberang hendak membeli sebungkus rokok, setahu saya hanya 25 ribu dalam sak celana, setelah masuk dan tanya perihal rokok surya 16 eh tau-tau harganya 26 ribu penjualnya bilang harga sudah naik setelah melihat wajah saya yang agak heran, karena sudah malas untuk singgah lagi sebab barang bawaan banyak yakni bibit sayur ubi, saya kembali memerikasa sak celana dengan perlahan-lahan, eh syukur ada 2 ribu yang terselip di dalam sak. saya pun beli dan kami berdua lanjut.

Kebun

Sesampainya dikebun sebelum menurunkan barang bawaan kami langsung di sambut dengan sapaan “Selamat pagi” dari salah satu orang yang mama percayakan untuk tinggal di sebuah pondak yang berpanggung. Dia berasal dari Tanah Toraja merantau jauh-jauh ke sini, kami sebut dia om antoh, mungkin om adalah panggilan yang akrab dan paling cocok. Sebab terlepas dari itu benar juga karena mama lebih dulu mengenal dia dan beberapa orang Toraja yang tinggal sebagai tetangga di sini (Kimi) dan itu kami anggap sebagai om.  Sedari pagi hari beliau memberi makan ayam sekaligus persiapkan ayam jagonya, sebab akhir-akhir ini mereka membikin pertarungan aduh ayam persis di sebelah pondok kami. Hampir setiap hari. Dan pada hari sabtu dan minggu adalah pertarungan yang paling sengit dengan penonton atau orang yang hendak mempertaruhkan ayam, dan banyak yang akan berdatangan, kata om antoh.

Adik-adik saya kadang ke sana (Kimi) untuk tangih uang palang bagi yang hendak masuk, ada yang berpikir kenapa harus di palang, saya anggap hal itu wajar karena jembatan untuk menghubungkan jalan ke lokasi tempat pertarungan ayam itu adalah usaha dari mama saya yang sedari dulu membikin dengan memakai uang pribadinya.

Tidak hanya orang Toraja disana ada juga orang Bugis, Batak dan lainnya yang gemar dengan pertarungan ayam jago atau kasarnya pertaruhan judi. Judi memang, sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian orang dan tentu untuk melarangnya tidaklah mudah, sebab keamaan mereka sangatlah kuat.  Sama persis dengan penjualan minuman beralkohol dan judi lainnya. Terutama di Papua sini.

Bekerja sembari Basa-basi

Saya dan mama mulai masuk ke kebun tempat dimana kami akan bekerja. Saya membawa bibit dan bungkusan sarapan. Kami mulai dengan berdoa yang di pimpin mama, kami lalu sarapan sehabis sarapan saya memilih untuk melihat-lihat lokasi kebun dan membiarkan mama membersihkan sedikit tempat sebelum kami mencangkul dan menanam beberapa jenis bibit yang mama bawa.

Sekembalinya saya dari pantau-memantau layaknya pengawasan, saya mengambil alat cangkul lalu mencangkul dan mama mulai masukan bibit-bibit sayur ubi-ubian itu. Sembari masukan bibit, saya bilang ke mama memangnya harus berpasangan ka, iya biar mereka bisa kawin satu sama lain dan menghasilkan ubi, sama halnya dengan manusia juga kan, dengan Bahasa yang senda garau saya dan mama pun tertawa, mama tunjuk kearah sayur yang sudah dia tanam dan bilang itu bibit ubi dari Jakarta dua tahun lalu yang mama bawa, Ko masih ingat ka ? Tanya mama, oh iya betul jawab saya dengan heran. Katanya, waktu itu dia tanam dan tunasnya sudah dia tanam dan itu sebagiannya.

Adapula yang diceritakan. Pokoknya banyak, dia orangnya memang suka bicara. Saya yang suka dengan mendengar atau lebih tepatnya pendiam. Eh mungkin begitu. Dia mulai menanyakan perihal orang yang sedang saya dekati, dan hal itu paling sering dia tanyakan, saya memilih diam tidak meresponnya, dia yang melihat saya lalu memilih untuk membicarakan hal lain, kali ini dia menceritakan kehidupan orang tuanya ; bapanya yang adalah (tete) saya, tentang kehidupan dulu yang berkecupun namun beliau (tete) mampu berpikir hal-hal jauh kedepan, layaknya orang yang berpendidikan. Ada hal yang paling mengesankan tetapi hal itu tidak akan saya tulisan disini, akan saya buat khusus besok-besok-besok.

Kerja sembari bicara. Saking asiknya tidak terasa matahari sudah berada diatas ubun-ubun kepala, menandakan hari sudah siang. Pekerjaan kami sisa setengah lagi, saya mengambil hape lalu memfoto hasil kerja. Biar kentara orang kerja ka ini. Lebih dari itu agar ada cerita yang bisa diceritakan, terutama kepada penerus saya nanti. Iyakan. Pekerjaan ini sebenarnya tidak terlalu membuang tenaga, tapi saya capeh ya maklum belum terbiasa perihal berkebun, semoga ini menjadi awal yang baik untuk saya. Berkebun ternyata asik dan menyenangkan juga hanya saja harus bisa biasakan agar terbiasa.

Duduk Sebelum Pulang

Pukul 13.14 pekerjaan kami selesai. Kami mendekati pondok, menaruh barang bawaan seperti noken atau tas rajutan yang kebanyakan mama-mama asli Papua rajut, santai sekedar menghirup udara segar di para-para yang di payungi pohon gerseng dan jeruk yang sedari dulu saya tanam. Tidak lama kemudian om antoh dan kawannya tiba dengan membawa gergaji dan martelu, katanya habis bantu membetulkan tempat pertarungan ayam, demi mendapatkan sebungkus rokok. Ini rokok tawar om antoh pada saya, jawab saya ada om makasih. Pondok yang berpanggung ukurannya tidak terlalu besar, tapi muat untuk menampung satu keluarga kecil. Saya mencuci tangan dan kaki lalu menuju ke belakang tempat kandang ayam dan babi berdiam, sekedar melihat-lihat.

Tempat di Kimi cukup bagus dan tenang, walaupun sedikit dekat dari jalan raya Samabusa, jalan yang menuju Pelabuhan juga Lagari. Lagari adalah tempatnya orang-orang tranmigrasi. Disana banyak orang transmigrasi salah satunya orang-orang NTT bekas jajahan Portugis kala itu.

Kami berempat duduk basa-basi agak lama, sembari basa-basi kawan dari om antoh mengeluarkan sebotol minuman (Vodka), sepertinya itu juga hadiah dari keringat mereka yang tadi dan setelah melihatnya beberapa menit kemudian mama mengajak saya untuk pulang dan kami dua mulai bergegas. Entah kenapa? Mungkin sudah selayaknya kami pulang. Kali ini untuk pulang saya yang memboncengi mama.

Tanah tentunya setiap kita punya. Jaga dan rawat mungkin akan menjadi pilihan yang tepat ketimbang jual walaupun itu mendesak setidaknya berinvestasilah dari pada melepaskan begitu saja. Gunakan tanah untuk menghidupkan!

Hadiah Ulang Tahun Perdana

Terlambat membuat tulisan ini. Akh, bukan hal baru bagi aku, sebab ini sudah sering terjadi. Dan tentunya tidak jadi soal mumpung saat bersamaan aku sedang merayakan ulang tahun dan berusaha menikmati kesendrian juga keindahan dunia, di hari istimewah. Hari dimana aku hadir dalam dunia yang kelam, penuh tanda tanya.

Aku buka mata di waktu pagi yang cerah, masih di sini di tempat terindah sekaligus tempat kelahiranku.

Subuh dini hari. Yang begitu hening membikin atau terus terdiam dan merenungkan setiap detail hidup yang sudah dan akan berlangsung.

Malamnya, entah mengapa aku tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Seperti ada yang datang menganggu. Tentu ini tidak seperti biasanya. Aku memilih untuk duduk lalu membakar sebatang rokok, untungnya ada yang tersisa yakni isi dari sebotol minuman. Tipis-tipis aku menyeruput dengan harapan dapat mengusir kegelihasan juga kecemasan itu.

Aku di dalam ruang ini, tempat dimana aku sering menyendiri juga berkelana, intinya paling ternyaman. Tapi akhir-akhir ini kenyamanan itu mulai pergi tanpa pamit. Dan pada momen-momen tertentu tinggal sunyi.

Kala itu, terang timbul agak lamban. Aku yang belum tertidur dengan baik, sebelum keluar dari pintu, adik perempuan saya mengucapkan selamat ulang tahun, dengan begitu cepat dan spontan dia lalu pergi. Seakan-akan aku sedang bermimpi, seketika itu cahaya matahari mulai masuk terlihat dari celah-celah dinding kayu lusuh.

Tanpa ucapan apapun dari keluarga lainnya. Aku bergegas, sebab mereka sibuk dengan urusan masing-masing, keluar dari pagi-pagi betul.

Layaknya bayi yang baru melihat dunia, aku begitu lemas rasa-rasanya tidak mau bergerak. Tapi ada daya, ada yang perlu diselesaikan. Seperti biasa masalah yang kadang membikin aku jengkel juga resah hari-hari ini, yakni ; soal berurusan dengan pelayan administrasi pada salah satu kampus, dimana tempat aku menimbah ilmu. Tetapi sayang yang ada hanya menimbah seribu, hingga ilmu pergi begitu saja. Tidak akan aku bahas soal ini di sini, mungkin nanti lain waktu.

Aku bergegas menuju kampus. Kembali lagi aku menunggu-nunggu orang yang bersangkutan. Hampir tiap hari, seperti mahasiswa baru yang penuh dengan semangat yang hendak menimbah ilmu. Amarah seketika itu mulai naik ke otak yang tak dapat lagi di kontrol. Walaupun kadang orang bilang menunggu itu indah atau “Sabar itu subur”, iya benar. Tetapi kali itu, bagi ku tidak akan berlaku, begitu lama.

Pulang menjadi jawaban yang tepat. Sesampai di rumah aku rebahkan badan dan menyalakan speaker dengan volume yang pas-pasan, belum juga dapat tidur. Terdengar alunan suara dari kejahuan dari adik-adikku yang menyanyikan lagu “Selamat ulang tahun” dengan membawa kue. Aku duduk, terdiam juga terharu setelah melihat kue hasil bikinan adik perempuan yang kedua, sederhana dengan berbentuk hati. Kita bersama nyanyi dan rayakan, walaupun apa adanya itu sudah berhasil membuat aku menangis dalam diam. Terlalu istimewah.

Adik perempuan kedua kembali mengejutkanku dengan memberikan sebuah bingkisan kado. Sebelum menebak isinya, dia lalu keluar dengan mengucapkan kembali, selamat ulang tahun kakak. Aku mulai membuka kado itu, eh tahu-tahu adik sedang melihat dari sela-sela jendela setelah aku membalikkan wajah padanya dia pun lari. Tidak tunggu lama dia kembali duduk disampingku. Aku keluarkan hape untuk foto kadonya sebelum membuka. Dengan sentak dia memeluk dan ajak berselfie, sederhana dengan ukuran bingkisan yang tidak terlalu besar, yang sudah bisa membuat aku ketahui isinya.

Tiba-tiba dengan cepat, adikku perempuan satunya datang. Setelah melihat isi kado dari adik perempuannya ; dia bilang adoo, kenapa hadianya itu. Harusnya yang lain, jangan rokok nanti kaka susah berhenti merokok kalau manjakan dengan itu, seketika itu kami pun tertawa, dan aku merespon itu dengan mengajak mereka dua untuk berselfie bersama.

******

Kampus, mampus lagi

Hari istimewah tak terasa berlalu dengan cepat. Besoknya aku kembali tentunya dengan membawa amarah yang sama pada urusan yang sama pula. Tunggu-menunggu sepertinya akan menjadi sahabatku.

Tapi kali ini agak sedikit berbeda. Ternyata ada seorang teman aku. Kita baru bertemu setelah terakhir kali tahun 2020 bulan Desember. Dia pun datang dengan tujuan yang sama. Syukur, aku tidak sendirian kali ini. Dan tentunya kita akan kembali bersetubuh dengan penantian yang tidak pasti di sini.

Matahari yang sedikit lagi di atas kepala. Penat dengan menunggu, kita lalu mendekati sebuah para-para pinang dari seorang pedagang asli Papua, milik mama orang Pantai. Yang sering jadi langganan saya, juga para mahasiswa lainnya pada umumnya. Kita hendak mengunyah dan memesan goreng, hitung-hitung mengisi perut yang sedari tadi kosong, akibat dari belum sarapan pagi hari.

Basa-basi dengan segala keresahan yang sedang terjadi juga yang akan terjadi. Eh tak lupa kami bahas mengenai calon teman hidup dan hal itu yang membikin kami berdua ketawa-ketiwi, entah karena apa. Intinya pembicaraan begitu hangat, di temani dengan sebatang rokok dan air es. Di saat bersamaan, teman dengan begitu cepat, merespon apa yang menjadi kebutuhan ku, setelah melihat hape yang sedang aku genggaman, layar pecah.

Nai (Teman) Ko pake saya punya hape sudah? Saya baru beli satu lagi, Katanya

Akh. Jawabku (Senang lapis, mau tapi malu) pikir saya

Tanpa basi-basi lagi. Dia lalu mengeluarkan hape dan memberikan padaku. Kemudian, aku teringat kala itu, saat kita mengikuti giat dari kampus di Kabupaten Deiyai, dua tahun lalu. Saat itu dia tidak memiliki hape android yang ada ditangannya hanya hape non-android,Nokia kayu. Kebetulan saya memiliki dua hape android, satunya saya langsung berikan padanya.

Berbuat baik tidak mesti berharap lebih di saat yang sama. Eh, betul saya lupa ucapkan terima kasih saat dia berikan hape, mungkin di sini tepat walaupun kurang terhormat. Terima kasih nai (teman).

Matahari mulai turun dengan pelan-pelan. Urusan kita, kembali lagi di bilang pending, dengan alasan yang kurang begitu tepat. Besok kembai cek lagi ya, kata salah satu petugas. Akh, amarah yang tadinya menyala tiba-tiba redup, tidak heran ada yang baru digengaman tangan. Setelah itu, aku mengajak dia untuk makan siang. Selesai makan, ucapan Koyao (Selamat/Bye-bye) memisahkan kita.

******

Kesanku pada umur, jiwaku tak lagi muda. Aku murka pada waktu yang menjadi batasan, murka pada hari yang menutup kesempatan.

Akhir dari tulisan ini. Terima kasih buat segalanya yang menyayangiku. Terutama kepada Tuhan dan juga Bapa Mama.

Kita akan selalu merayakan kebahagian juga kegelisahan dalam dunia yang fana. Tetap Semangat, selamat.

September Kebalu

Tidak terlalu pagi. Dan tidak seperti pagi biasanya,
aku terbangun dari tidur pulas. Pikiran bawah sadar mengantarkan ku pada kesunyian yang hakiki.
Matahari yang malu-malu menampilkan sinarnya,
amarah awan menutupi membikin gelap gulita di Daerah Swis.
Rintikan hujan turun dengan perlahan membawaku pada ketenangan dan pada-Nya kita bernaung. Melemparkan segala keresahan juga kebahagiaan.

Ada yang mengharapakan dewasa,
Ada yang berkeinginan sukses,
Ada yang butuh perlindungan,
Ada yang mencari keheningan, dan

Masih banyak lagi yang merindu keinginan-keinginan ; seperti kembali menjadi kanak-kanak,
menjalankan aktifitas sesuka hati, mungkin itu menjadi keinginanku sekarang.

Aku tak mau terganggu, aku hanya mau melakukan hal-hal menyenangkan selain membayangkan kita berpelukan.

Seandainya. aku bisa, sekedar untuk menikmati,
sebab hanya dengan hal-hal demikian aku merasa aman juga damai.

Seperti burung yang berterbangan,
mencari makan sendiri dengan segala kebebasannya, yang tak dibatasi.
Aku pun ingin menjadi ; layaknya burung-burung itu.
Pergi, tanpa apapun dengan pemikiran sendiri berlari menuangkan segalanya.

Sementara, dilemari dan diruang itu,
engkau terus menjaga barang-barang kesayanganmu keluarga besar alat-alatelektronik,
berpasang cangkir yang tak mengenal teh dan kopi,
bedak lipstik dan teman-temannya yang menempel pada media kertas,
rambut palsu yang ada di wanita,
juga kalender yang berisi lingkaran berwarna,
dan utopia rencana keluar kerja – aku sampai di lautan direncanakan.

Burung-burung belibis tiba-tiba menjadi berani dan tidak mau lari,
matahari turun tapi tak pernah tengelam, dan aku duduk
di pinggir pantai memutar gelas seorang diri. Tentu dengan rasa yang sama.
dalam kensendirian. Tidak bisa menahan jatuh cinta.

“Aku cinta padamu” kataku.
“Aku tidak cinta pada apapun. pada diriku sendiri.” katamu.

Ukelele terletak. Tapi nyayianmu terus mengalun dan tak berkesudahan. Langit mulai gelap.
Burung-burung berhamburan.
Kamu mengajakku untuk mengejarnya dan berharap tak pernah dapat.

Aku pergi ke bandara dengan bahaya ; membawa lautan ke udara. Dan aku masih asik di dalam kesendirian, akh.

Mengisap rokok sembari menyeruput sebotol minuman dengan perlahan dalam lautan kebisuan.

Foto by : Ankey

Kebenaran itu sunyi, maka ku memilih untuk matikan lebtop, hape dan bermain ke lautan
ke tengah rimba yang banyak puncak gunung
kau minta aku pulang dan menjaga-jaga kehidupan
kenapa tidak langit? kenapa tidak gunung? kenapa tidak lautan?
mengapa tidak raja hutan atau penguasa samudera?
kenapa aku? kenapa tidak kau sendiri?
Hari ini aku menolak segala ucapan selamat tentang hidup yang terulang,
ku kunci pintu kamar menghadapi semesta, tapi doa-doa itu sembunyi di balik ibu.
Para karib dan orang-orang yang menyayangi, menangis dan tersenyum atas resiko
senda garauku, aku merasakan itu. Dengan hati-hati, Tuhan,
aku anakmu dan tahu ; Puncak segala keindahan adalah menjadi Tua.

******

Dan supaya tetap teringat, ku mengangkat gelas kearah langit walau kehilangan musim penghujan tapi surga sudah aku simpan di tutup botol paling menyala.

September mungkin akan selalu kelabu,
Dengan berbagai kebenaran yang bisu,
Agaknya, ketidak-nyamanan akan berlalu,
sebelum ajal datang bertamu.

Nabire, 06 September 2021

Aktifitas Pagi

Pagi pagi benar sekitar 04:48 tanpa sarapan aku pergi ke sebuah tempat yang kebanyakan orang memilih untuk memulai aktivitas yaitu Lawson station, Yah di sana telah tersedia minuman dan snack atau makan ringan yang dapat di makan sebelum beraktivitas. Selain itu dapat terhubung dengan Wifi.id agar lebih mudah berkomunikasi, bagus bagi mereka yang lagi kere atau dompet lagi kosong untuk mengisi kekosongan di sana tapi sayangnya mesti ada pulsa dulu, 5000 saja sudah cukup kok, agar dapat terhubung selama 6 jam dan terhanyut dalam dunia maya atau online, oh iya sebelum itu sarapan di tempat tinggal Anda dengan sebuah gelas air hangat jauh lebih baik biar hemat.

 

image

Lawson Station

image

Air mineral Ades & kopi

Sesampai di sana aku memesan kopi dan beberapa makan ringan yakni sari gandum agar tubuh terjaga dan stabil, dan air mineral Ades. Parkiran yang masih belum ramai, hanya beberapa orang dengan kondisi diri masih kantuk mereka hendak masuk dan keluar dalam Lawson itu mungkin lupa untuk cuci muka atau mandi.

Keseringan memulai aktivitas dengan tergesa-gesa mungkin sudah jadi tradisi para pekerja di sini. Tidak heran banyak pekerja yang masih terlantar belum di terima, selain itu di sini juga sulit untuk mencari pekerja.

Sebuah pekerjaan yang di lakoni itu adalah pemberian Oleh Dia, jangan jadikan itu sebagai hal yang berharga sehingga lupa untuk mengucapkan syukur kepada-Nya.

Selamat beraktivitas. Salam

 

 

Tren Milenial dan Musik Milenium

1. Tren Milenial 

Fenomena anak muda atau remaja zaman sekarang menunjukkan potret kehidupan mereka kini. Munculnya para anak muda kontroversial yang justru jadi panutan generasi muda salah satunya. Mulai dari cara berbicara

Foto kekinian

Ilustrasi/ini gaya gue

sampai penampilan yang dirasa jauh berbeda dengan anak muda zaman dulu. Tak heran jika akhirnya banyak gaya anak muda yang jadi bahan perbincangan masyarakat.

Memang sangat dipengaruhi oleh gaya orang luar negeri dikarenakan mudahnya akses untuk melihat gaya penampilan dari media sosial. Karena adanya media sosial juga, anak-anak zaman sekarang lebih perhatian kepada gaya busana yang dipakai untuk diuploadnya ke media sosial pribadi, sebut saja instagram yang digunakan untuk memamerkan gaya busana yang dipakai hari ini atau biasa disebut ootd (outfit of the day).

Apabila salah satu kebudayaan yang bertemu mempunyai taraf teknologi yang lebih tinggi maka yang terjadi adalah proses imitasi yaitu peniruan terhadap budaya lain. Mula-mula unsur-unsur tersebut ditambahkan kebudaya asli namun lambat laun kebudayaan asli diubah dengan kebudayaan asing tersebut.

Maka itu rasa bangga dan kepedulian melestarikan budaya kurang tertanam di generasi muda Indonesia saat ini. Minat mereka untuk memperlajarinya kurang. Mereka lebih tertarik belajar kebudayaan asing. Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya informasi kekayaan yang dimiliki Bangsa Indonesia. Padahal Indonesia memiliki tujuh warisan budaya, tiga di antaranya warisan budaya dunia.

2. Musik Milenium 

Seiring berjalannya waktu musik-musik masa lalu yang terkenal dengan ciri khasnya perlahan-lahan mulai pergi menjauh. Salah satu hal yang menjadi perbedaan musik jaman sekarang dengan jaman dahulu adalah perbedaan tren yang ada. Tak dapat dipungkiri, musik memang selalu berkembang, begitu pula dengan tren yang ada. Saat ini, paling tidak ada beberapa jenis tren musik yang masuk di dalam industry musik, dan “laku”, yang sangat berbeda jauh dengan musik jaman dahulu.

Saat ini, musik lebih banyak didominasi oleh tren pop, rap, dan juga dangdut (untuk di Indonesia). Tren pop dan juga rap ini dapat terlihat dari berbagai macam musik berskala internasional, yang banyak menggunakan model – model musik bergenre pop yang

Musik

Ilustrasi/Dulu pake ini

bercampur dengan rap, dan beberapa juga banyak dikombinasikan dengan genre electric music. Tren musik saat ini membuat banyak DJ yang bermunculan dan terkenal. Padahal, musik jaman dahulu, DJ yang mengeluarkan musik untuk skala internasional tidaklah setenar sekarang. Hal ini memang disebabkan oleh perbedaan tren. Untuk musik jaman dahulu, tren yang ada kebanyakan adalah pop dan juga rock (baik rock n roll, alternatives, hingga metal). Lagu pop banyak didominasi oleh band, boyband, ataupun soloist dengan tema percintaan namun dengan lirik yang dalam dan benar – benar menempel di hati para pendengarnya. Begitu pula dengan rock, musik yang cenderung keras ini juga menjadi tren pada jaman dahulu, kira – kira tahun 60-an hingga 90-an.

Menurut kalian apakah kita mesti ikut tren? tanpa di sadari kita di butahkan secara perhalan-lahan.

silahkan komentar.

Di Pulau Kehidupan ada Kefokusan

    FB_IMG_1505650270779-01Photo by fransiskusyogi/bmw.yimiyo

Di sebuah pulau Kehidupan hiduplah Cinta, Kekayaan, Kecantikan, Kegembiraan dan Kesediaan.

Suatu saat pulau Kehidupan dilanda banjir yang hampir menenggelamkan seluruh penghuni. Cinta berusaha menyelamatkan dirinya dan menunggu pertolongan, sesaat kemudian tampaklah “kekayaan”, yang juga hendak menyelamatkan dirinya sedang melintas dengan perahunya, melihat itu cinta segera bertanya kepada kekayaan kalau ia dapat diberi tumpangan namun kekayaan menjawab aku tidak bisa mengajakmu cinta karena perahu ku sudah penuh, setelah itu melintaslah “kecantikan”, seperti sebelumnya cinta meminta untuk diberikan tumpangan namun kecantikan menjawab maaf cinta aku tak bisa mengajakmu, karena engkau akan mengotori kecantikan ku karena tidak ada yang memberi tumpangan Cinta dengan sabar menunggu pertolongan, tak lama kemudian melintaslah perahu yg dinaiki oleh “kegembiraan”, Cinta memohon tumpangan namun kegembiraan menjawab, aku tak bisa mengajakmu karena engkau akan merusak kebahagiaanku.

Tak lama kemudian melintas lagi sebuah perahu yg dinaiki oleh “kesedihan”, cinta memohon padanya agar diberi tumpangan namun kesedihan menjawab aku tak bisa mengajakmu ke dalam perahu ku karena aku tak mau kamu mengganggu kesedihanku. Ketika Cinta hampir putus asa melintaslah sebuah perahu yg dinaiki kakek tua dengan rambut dan jenggot yang sudah memutih, kakek itu meminta cinta naik ke atas perahunya, setelah menyelamatkan cinta ke sebuah pulau yang aman cinta merasa sangat bahagia dan bersyukur tapi ia lupa mengucapkan terima kasih dan tak tahu siapakah kakek tua itu yg telah menyelamatkan dirinya, tak lama kemudian cinta bertemu seorang penghuni pulau itu dan kemudian cinta bertanya apakah engkau tahu siapa kakek yang telah menyelamatkanku dan orang itu menjawab itu adalah sang “fokus”.

Dari semua pada akhirnya kefokusaan kita untuk menerima setiap persoalan yang kita hadapi, itulah yang akan membawa kita pada titik kebahagiaan yang sesungguhnya.

Terima kasih sudah membaca, semoga Terinspirasi. salam!