Sebaik-baiknya Kita, Tetap Masih saja Salah di Mata Orang

“Jangan pernah berusaha berbuat baik
untuk meyakinkan satu orang bahwa kamu adalah orang yang baik. Karena kebaikanmu akan tetap buruk di mata orang yang memandangmu dari sisi buruk (negatif). Jadi berbuat baiklah karena kamu memang ingin berbuat baik, bukan karena orang lain”. Lantas apa yang berharga dari penilaian orang lain.

Setiap orang tentu memiliki pandangan serta perspektif yang berbeda-beda. Bukan

Ijinkan saya untuk memulai tulisan ini dengan sedikit pengalaman pribadi saya. Saya yang polos sedari awal boleh dibilang kini hilang arah, sebab memilih jalan yang salah. Mungkin, benar mungkin juga tidak. Dari itu dengan sadar saya mencoba lihat dari sisi yang berbeda, sebab kita sebagai manusia yang serupa tentu tidak berhak untuk menilai bahkan menghukum, mestinya kita jadikan hal itu sebagai pelajaran untuk direnungkan – karena apa dan mengapa bisa demikian. Orang-orang seperti saya dan yang lain mungkin dengan sengaja mencoba hal-hal yang dipandang buruk tapi bertujuan untuk tidak munafik di muka umum. Bukan seolah-olah menjadi yang terbaik, tapi lebih dari itu mencoba untuk melakukan dan menikmati indahnya hidup, tanpa harus mengenakan topeng. Apapun itu akan perlahan saya jelaskan disini sebagai bahan pelajaran yang saya kira bagus untuk saya dan kawan-kawan ketahui, intinya : “Mau baik atau Tidak” yang terpenting bagi saya tidak ada dusta diantara kita.

Nakal bikin repot (Nabire) ; ini adalah salah satu akronim yang cukup terkenal disini, kabupaten Nabire Papua. Agaknya pantas untuk mengambarkan sebagian dari maksud tulisan ini. Waktu berjalan dengan alur yang sudah ditentukan, dengan menerawang langsung aktifitas yang sudah dan akan dikerjakan secara kolektif. Karena melihat langsung pergerakan kita yang cukup padat dengan agenda-agenda internal dan eskternal. Oleh karena itu, saya lalu memakai pendekatan yang agak berbeda dari sebelumnya, yang mana saya turut mencoba merasakan apa yang sudah menjadi kebiasaan mereka. Tanpa mengurangi rasa bersalah, dengan kesadaran saya terjun dengan tujuan yang tentunya akan berdampak demi sebuah perubahan. Barangkali itu yang saya coba selebihnya saya serahkan pada yang kuasa.

Memang betul, semua berawal dari mata lalu turun ke hati penilaian. Mulai dari yang ada di ujung kepala sampai kaki, intinya tak luput dari penglihatan. Apapun itu memang wajar saja, karena semua dianugerahi melalui mata. Memang semua boleh saja dan bilang dari a sampai z sebab apapun itu bebas. Memang iya, kalau menilai itu tidak perlu sesuai dengan kenyataan. Menilai kadang tak perlu dibarengi oleh pengamatan, analisis bahkan mengenali terlebih dahulu.

Karena tidak perlu tahu begitu banyak untuk menilai. Cukup simpel dan sederhana saja untuk melabeli seseorang didepan mata atau yang melintas sekilas. Semua boleh menilai tapi sekedar mengingatkan bahwa persepsi dan penilaian itu masih raba-raba alias tak pasti. Kenapa? Bukankah opini itu bebas? Tapi tunggu dulu. Opini manusia itu berbeda dengan fakta. Fakta jelas lebih diutamakan dan berlaku pada sekitar. Jadi baik dan buruk itu mestinya berkaca pada fakta.

Sedangkan opini atau penilaian itu masih abu-abu dan cenderung belum mengenal tentang apa-apa dibaliknya dan yang melatarbelakangi suatu sebab seseorang bisa seperti itu. Walaupun seorang yang cerdas atau penganalisis pun tentu belum bisa menjamin orang itu untuk bisa menilai secara tepat dan akurat. Karena memang manusia sangat terbatas penglihatannya dan juga pengetahuannya.

Pendapat memang bebas. Dan menilai juga boleh-boleh saja. Tapi jika berlawanan 180 derajat dengan fakta dan hanya demi kepuasan dalam menilai itu yang menjadi soal dan patut dipertanyakan. Anda bisa menilai suatu benda mati atau karya atau apapun itu. Namun jika menilai manusia maka itu bisa jadi bumerang, efek atau bahkan akan berdampak, tentunya dengan akan timbulnya sebab akibat.

Karena pada dasarnya penilaian orang itu tak bisa sepenuhnya ditanggapi dengan sikap “bodo amat” Karena itu manusia memiliki hati, empati dan perasaan yang jika tak dirasa sesuai akan melawan. Setajam dan hampir mendekati penilaian yang benar pun tidak bisa dilakukan semata-mata untuk memuaskan lisan.

Sekali lagi, setiap kita boleh saja menilai orang, tapi apakah kalian sudah bernilai (baik)? Kalau kalian saja tidak mampu menilai diri sendiri, untuk apa menilai yang lain? Setidaknya, merenungi dan menilai diri dahulu itu akan jauh lebih baik ketimbang menjadi tukang menilai orang lain. Akan tetap sama alias orang yang bertopeng.

Baca juga : Mengambil kembali kesendirian

Terakhir, kita harus menerima fakta bahwa kita tidak akan bisa menyenangkan semua orang. Kita juga tidak akan bisa terlihat benar di mata semua orang. Kalau pada akhirnya ada yang tidak suka–atau malah benci sama kita, ya sudah tidak apa-apa~ Kan mereka juga tidak ada di 24 jam penuh hidup kita.

Eh, tapi ada plot twistnya nih. Jangan sampai semua pendapat orang lain kita abaikan.

Baa… masa tidak konsisten ?

Kalau pendapat yang bisa bikin kita jadi orang yang lebih baik ya harus disimpan hehe. Yang dibuang jauh-jauh dan tidak usah dipikirin itu yang menggangu mental kita kayak pendapat orang yang bilang, “Tidak usah deketin cewek itu, kamu jelek, kax”. Padahal siapa yang tahu kalau cewe itu suka sama kamu~ yang pentingkan Gassskann, Tempel teros jangan kasih kendooor.

Sebab Panggilan Tuhan Untuk Melayani Yang Terbuang

180526145716

Photo ilustrasi imago

 

Andy Prawira merupakan pelayan Tuhan yang melayani mereka yang terkesan terbuang. Bagi Andy, para pecandu sulit diajarkan firman, karenanya ia tidak pernah mengajarkan firman Tuhan kepada mereka. Tetapi Andy membiarkan mereka untuk mendapatkan firman dengan sendirinya, sebab ketika mendapatkan firman, kehidupannya pun akan berubah.

Disekitar kita terdapat banyak sekali isu yang terjadi. Dari setiap isu yang terjadi, apakah kita sudah ikut terjun untuk mengatasi setiap isu-isu seperti social justice, inter faith atau ideologi? Bagaimana cara kita untuk masuk dalam tengah-tengah mereka sebagaimana Yesus katakan kepada kita untuk ‘pergi, dan beritakan kabar baik sampai ke ujung dunia?

DNA orang percaya adalah pergi untuk melayani. Andy Prawira terpanggil untuk melayani di Bali. Dirinya melayani mereka yang bertato, HIV, pecandu dan lainnya. Jika ada banyak orang yang berbondong-bondong untuk mengadakan sebuah KKR, tidak bagi Andy. Kegerakan dalam pelayanannya tidak dalam dengan banyak orang, melainkan hanya kelompok-kelompok kecil yang nantinya akan membangun kelompok-kelompok kecil lagi.

Tak mudah untuk merubah sikap dan perilaku seseorang jika mengandalkan kekuatan pribadi akan sia-sia usaha tersebut. Sebaliknya yang mestinya kita lakukan adalah mengutamakan Tuhan yang adalah sumber dari setiap jawaban baik itu dalam, kelemahan, keresahan, kecemasan.

Salah satu program pelayanannya adalah program bernama peacemaker, dimana ia percaya kalau anak-anak Tuhan membawa kekuatan dari dalam yang Tuhan percayakan bahwa kita merupakan anak pembawa Shalom.

Sudah ada dalam DNA kita untuk menyejahterakan kota dan berdoa bagi kota tersebut. Ada tiga yang melingkup inti dari DNA kita, yaitu pertama Multiplication, kedua Discipleship, ketiga Relationship, dan terakhir see what the issues: drugs, HIV/AIDS, LGBT, radicalism, intolerance.

Namun dalam (2 timotius 2:2). Panggilan kita adalah menghasilkan murid yang nantinya bisa menghasilkan kembali murid. Orang banyak bertobat karena menemukan firman, bukan diajarkan iman.

Ada banyak tantangan yang sulit yang dialami saat kita mendekati pelayanan generasi. Untuk menjalani pelayanan dan kegerakan misi dari dalam gereja. Untuk menjadikan kegerakan tersebut mengalami kegerakan, kita perlu special force.

“Jadi, biarkan saja mereka, para misionaris yang membawa kegerakan special force untuk pergi dan memberitakan kabar baik. Baik itu di kolong jembatan, orang-orang terbuang, dimana pun itu, berikan mereka kebebasan dalam memenuhi panggilan pelayanannya,” tutup Andy.

 

Sumber : https://www.jawaban.com/read/article/id/2018/05/26/91/180526171003/imago_2018_%E2%80%93_exponential_dalam_satu_orang_satu_kotakobarkan_semangat_pelayananmu

 

Jadi diri sendiri untuk sentuh hati banyak orang

Orang-orang mengenalnya sebagai pria “Meme”. Lewat meme-meme yang dibuat dan dibagikan di Instagram, kakak dari Gamaliel dan Audrey Tapiheru ini menarik perhatian banyak netizen. Sejumlah meme-nya bahkan dibagikan lagi oleh orang-orang ke Facebook mereka.

Christofer Tapiheru adalah nama yang diberikan oleh kedua orangtua kepadanya. Secara penampilan, gayanya santai sekali layaknya anak muda kebanyakan. Tapi, siapa menyangka bahwa ia adalah seorang youth pastor.

 

maxresdefault

Illustrasi : Christofer Tapiheru (Jawaban.com)

 

 

Mengenai penampilan, Christofer punya alasan tersendiri melakukan hal itu. Baginya, ia hanya ingin menjadi diri sendiri.

“Kalau menjadi rapih memenangkan lebih banyak jiwa, gue akan menjadi rapih. Kalau jadi gue sendiri, jadi relate ke banyak orang, gue jadi diri gue sendiri. Tuhan ciptakan gue kayak gini, jangan sampe kita dress to impress. Sesuatu yang real, itu tadi effortness. Kalau elo real, orang akan ngerasa,” ujar Chris.

Bagi Chris, orang-orang (khususnya orang yang ia layani di gereja) bukan mencari orang yang sempurna, tetapi mereka mencari orang yang nyata/apa adanya. Jika kita melakukan itu, mereka pasti akan mendengarkan kita.

Perkenalan Chris sendiri dengan media sosial diawali dari keinginannya untuk membuat kutipan-kutipan yang suka dilakukannya. Daripada hanya jadi konsumsi pribadi, ia berpikir untuk membagikannya kepada orang lain.

Ia secara pribadi tidak berpikir bahwa orang-orang di medsos akan begitu menyukai apa yang dibagikan. Ia merasa itulah keresahan hatinya, itulah yang dirasakannya, yang tidak perlu dibungkus dengan sesuatu yang lain sehingga tampak bagus.

Ia justru terkejut orang-orang memberikan respon positif atas apa yang dipostingnya di Instagram. Beberapa orang bahkan menilai apa yang disampaikan olehnya lewat meme adalah seperti apa yang mereka pikirkan, yang berhubungan dengan kehidupan mereka juga.

Chris sendiri mengakui setelah bertahun-tahun bergelut dengan karir, pada satu waktu ia akhirnya memutuskan untuk terjun ke dunia pelayanan gereja sepenuhnya. Itu bukanlah sesuatu yang mudah baginya. Tetapi, kerinduan dan kehausannya untuk melihat banyak orang berjumpa dengan Tuhan membuatnya untuk mempertimbangkan untuk mengambil keputusan yang tidak lazim bagi orang-orang sebayanya.

Puji Tuhan, istri mendukung. Ia justru mendorong untuk merealisasikan keputusan Chris itu segera. Seperti mendapat konfirmasi dari Tuhan, akhirnya Chris mengundurkan dari pekerjaannya dan memilih untuk sepenuhnya melayani Tuhan di gereja.

Keputusan itu tidak pernah Chris sesali sampai hari ini. Dengan apa yang Tuhan telah berikan di dalam dirinya, ia menyentuh hati dan pikiran banyak orang lewat pesan-pesan yang dibagikannya, baik itu di belakang mimbar maupun di dunia maya.

 

Sumber : Jawaban.com